Oleh Daniel Ronda
Saya mendapat telepon dari kawan lama saya dan menanyakan bagaimana proses mengganti gembala di gereja. Saya tanya kenapa? Lalu dia mulai bercerita bahwa gembala kami malas berkunjung dan jemaat semakin berkurang, anak-anaknya juga tidak aktif dalam pelayanan dan sederet keluhan lainnya. Lalu saya katakan apakah ada kesalahan moral yang tidak sesuai Firman Tuhan dilakukannya. Jangan-jangan itu opini atau karena tidak menyukai gembala. Walaupun tidak ada kesalahan moral tapi kami cukup lama saling argumen dan akhirnya menerima konsep saya untuk mulai berdialog dalam kasih walaupun dia tetap pesimis. Telepon diakhiri dengan perasaan tidak puas dari teman saya.
Bagaimana sebenarnya menghadapi situasi seperti teman saya di gereja?:
Pertama, selalu menghargai gembala karena dia adalah wakil Tuhan. Prinsip ini dasar dan tidak bisa bergeser. Jika Anda tidak dapat menghargai wakil Tuhan yang kelihatan, rasanya sulit menghormati Tuhan yang tidak Anda lihat. Tapi berbeda dengan Tuhan, wakil Tuhan pasti ada kelemahannya dan berbagai kekurangan baik dalam karakter dan praktik kehidupan. Maka prinsip menghargai dan mengasihi Tuhan harus terwujud dalam menghormati hambaNya lewat berdialog dalam kasih, menolong memberikan solusi, dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan. Penting ada kata-kata penguatan dan saran yang disampaikan dalam suasana kasih Kristus.
Tapi bagaimana dengan kelemahan fatal yaitu yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan seperti dosa seksual dan keuangan atau yang melanggar Firman Tuhan? Itu memang harus diganti namun mekanisme harus diserahkan kepada pihak di atasnya dalam hal ini Pengurus Daerah/Klasis. Itu pun harus lewat penyelesaian yang adil dan bermartabat. Tugas warga gereja adalah bukan menggosipkan tapi mendoakan sehingga setelah melewati masa disiplin maka sang gembala bisa dipakai lagi dengan lebih baik di tempat lain.
Kedua, di sisi lain tugas gembala adalah membuktikan kinerjanya lewat program kerja nyata. Gembala harus bekerja keras dalam melayani tapi di sisi juga harus diketahui oleh jemaat bahwa gembala itu bekerja. Caranya bisa menuangkan program kerja dalam buletin dan media yang dapat dilihat jemaat sehingga tidak dianggap gembalanya santai-santai saja. Buat program kerja nyata itu seperti program perkunjungan, pelatihan/pembinaan, perayaan, konseling dan penginjilan dan semua itu harus tertuang dalam kegiatan tahunan. Lalu itu dipublikasikan bahkan Gembala harus rajin mengkomunikasikan semua kegiatan gereja lewat semua media yang dimungkinkan dan tersedia. Dia juga tidak segan menggunakan media sosial lewat berita foto tentang pelayanan. Jangan gembala hanya foto selfie, keluarganya, makan-makan dan jalan-jalan liburannya saja di medsos. Banyak jemaat salah sangka karena dipikirnya gembala hanya suka bersenang-senang. Tunjukkan juga kegiatan pelayanan di medsos. Buktikan diri bahwa Gembala adalah pekerja keras.
Bila kedua hal ini ada di gereja, maka saya yakin persoalan gembala dan jemaat akan terselesaikan. Ingat mencari gembala tidak mudah karena harus lewat pembentukan bertahun-tahun setelah selesai sekolah teologi. Jadi tugas gereja juga ikut berpartisipasi dalam mendewasakan gembala dan membantu mengembangkan kinerjanya. Jangan lupa mendoakan dan mendukung dengan kesejahteraan yang baik. Puji gembala bila dia berbuat baik dan nasihati dalam kasih jika ada kekurangan. Saya selalu ingat nasihat ayah saya, hormati hamba Tuhan maka engkau akan diberkati. Di sisi lain, gembala adalah manusia belaka. Dia bukan Tuhan, maka jabatannya sebagai wakil Tuhan bukan menjadikannya kepala besar dan bertindak sewenang-wenang. Justru menjadi wakil Tuhan akan menghadirkan sikap melayani dan memberi yang terbaik bagi pelayanan dengan kerja keras. Selamat melayani!