Oleh: Pdt. Dr. Daniel Ronda
Gereja yang lemah salah satunya ditengarai karena gembalanya lemah secara teologi terutama teologi menghadapi penderitaan dalam pengalaman kehidupan seorang Kristen.
Sebagai bukti, ada Gembala yang tidak mampu menghadapinya di dunia nyata. Sebagai contoh:
- Kritik yang bertubi-tubi dari majelis dan jemaat dianggap sebagai masalah organisasi bukan dilihat sebagai pembentukan Tuhan. Tidak sedikit cara menghadapinya dengan cara organisasi dunia dan politik organisasi. Terjadilah intrik yang saling menyerang dalam gereja.
- Kesukaran dalam ekonomi dan persembahan kasih yang sedikit menjadi suatu alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Malahan uang yang kecil menjadikannya kecewa dan mulai marah terhadap pelayanan karena merasa tidak dihargai. Tidak heran ada yang mulai tipu sana sini!
- Gembala tidak sanggup menghadapi penolakan, dipandang rendah dan tidak dihargai. Ini lalu menjadi penderitaan yang berkepanjangan yang menghasilkan kepahitan dan luka batin di mana akhirnya relasi dengan sesama jadi rusak. Fatalnya itu mengubah cara gembala berelasi dengan majelis dan jemaatnya. Bila relasi dilandasi dengan luka maka tidak heran gereja akan dilemahkan.
Sobat, teologi penderitaan itu bukan untuk dijadikan teori dan dibahas di mimbar tapi menjadi refleksi dalam tiap langkah kehidupan pribadi. Menjadikan semua penderitaan sebagai bagian pembentukan Tuhan akan menjadikan kita kuat. Caranya: bersyukur, fokus kerja, maafkan serta ampuni dan kembalikan lewat kata dan laku yang terbaik kepada yang mengecewakan dan menyakiti. Hukum Tuhan yang diikuti jauh lebih ampuh menyembuhkan ketimbang memakai intrik dunia dan politik.
Selamat menikmati penderitaan!