Oleh Daniel Ronda
Adalah suatu fakta yang harus diterima setiap hamba Tuhan bahwa masa pelayanannya akan selalu dievaluasi dan akan dimutasi di tempat yang baru. Tujuannya untuk melakukan penyegaran dan membantu organisasi mencapai tujuannya yang lebih besar. Dari itu setiap hamba Tuhan harus siap sedia selalu untuk dimutasi karena itu bagian dari kesetiaan panggilan kepada Tuhan yaitu siap ditempatkan di mana saja Dia kehendaki.
Walaupun semua hamba Tuhan siap ditempatkan di mana saja, tapi pemimpin tidak boleh semena-mena. Pemimpin yang melakukan mutasi hendaknya melakukan ini dengan penuh tujuan mulia, jujur, terbuka dan penuh integritas, serta dapat dipertanggungjawabkan karena memakai prinsip-prinsip profesionalitas seorang pemimpin organisasi. Artinya bahwa mutasi itu harus dilakukan dengan cara yang benar dengan tujuan yang benar pula.
Jangan melakukan mutasi karena balas jasa, faktor keluarga, suku, pertemanan, ataupun karena belas kasihan. Mutasi seperti ini akan membahayakan organisasi dan memecah belah dan membawa kehancuran. Kriteria mutasi harus dimulai dengan doa bersama dalam organisasi. Lalu tetapkan kriteria penempatan dan mutasi dengan pedoman umum seperti:
- Integritas, kerohanian dan kedewasaan rohani;
- Karunia-karunia rohani dan “track recordnya”;
- Kemampuan bekerjasama dengan rekan kerja dan majelis;
- Ketaatan dan hormat kepada kepemimpinan dan organisasi;
- Keluarganya yang menopang pelayanan.
Ini pedoman yang harus ditulis dan disusun dalam kepemimpinan sehingga menjadi pedoman yang jelas. Pemimpin yang melakukan mutasi harus memperhitungkan juga kinerja dan pengalaman pelayanan. Bila harus menaruh seseorang di tempat yang “kering” secara finansial maka walaupun hamba Tuhan itu siap untuk tidak diupah, tapi secara etika pemimpin yang melakukan mutasi siap mencarikan subsidi sehingga tidak terjadi goncangan finansial yang pada akhirnya sang hamba Tuhan kehilangan konsentrasi akibat harus memikirkan kehidupan keluarganya. Tidak etis bagi pemimpin membiarkan hamba Tuhan tidak memperhitungkan masalah finansialnya dan hanya menyerahkan kepada tempat di mana ditempatkan. Pemimpin yang baik akan memperhatikan hal ini dan menciptakan berbagai peluang lewat jejaring bagaimana membantu kesejahteraan hamba Tuhannya.
Mutasi bukan tujuan akhir. Mutasi hanya alat mencapai tujuan, maka dalam melakukannya ingat selalu bahwa tujuan mutasi agar terjadi pertumbuhan gereja baik secara kualitas dan kuantitas, ada penanaman gereja baru dan pos-pos baru, ada kedewasaan rohani di semua kategori pelayanan, serta adanya harmonisasi kerja, serta penyegaran yang mengakselarasi kemajuan dan pertumbuhan. Jangan bangga berhasil memutasi hamba Tuhan dan menganggap itu sudah selesai. Pasca mutasi tugas pemimpin semakin besar karena keberhasilannya terletak dari bertumbuhnya gereja-gereja ke semua arah. Pemimpin disebut gagal bila dalam mutasi justru kemunduran terjadi di mana-mana. Pemimpin yang harus bertanggung jawab.
Oleh sebab itu, pasca mutasi harus terus dipantau ekses-ekses termasuk adanya pembangkangan. Semua harus diselesaikan dengan aturan yang jelas, tegas dan tangan terbuka yang penuh kasih. Jangan terpancing emosi karena pemimpin adalah gembala yang menggembalakan gembala-gembala. Kita punya Gembala Agung yaitu Yesus Kristus. Prinsip menggembalakan domba berlaku bagi pemimpin yang menggembalakan para gembala dalam I Petrus 5:1-4. Pemimpin rohani selalu terus menerus menjadi teladan bagi para gembala. Selamat melaksanakan penyegaran di bawah pertolongan Tuhan Yesus yang punya gerejaNya (DR).