Oleh: Pdt. Dr. Daniel Ronda
Gembala itu tidak akan pernah kekurangan secara finansial, begitu nasihat mentor saya Pdt. Dr. Nyoman Enos. Dia meyakinkan saya bahwa orang yang dipanggil dalam pelayanan Injil akan hidup oleh Injil (1 Kor 9:14). Apakah itu artinya gembala akan jadi peminta-minta kepada jemaat? Tentu tidak. Dia datang mengunjungi jemaat untuk mendoakan dan memberikan kekuatan Firman Tuhan. Dia menyampaikan Injil kepada orang dengan berita keselamatan. Dari situ Allah akan menggerakkan umatNya untuk mempersembahkan persembahan kepada pelayanan dan hamba Tuhan. Ini adalah bentuk ekonomi Tuhan, di mana transaksi tidak ada. Semuanya mengarah kepada Tuhan, artinya pada waktu si gembala melayani orang atau jemaat, dia sedang memenuhi panggilan Tuhan dan mempersembahkan pelayanan kepada Tuhan. Dia tidak mengharapkan upah dan uang dari orang yang dilayani. Pada sisi lain jemaat atau orang yang dilayani memberikan persembahan kepada Tuhan yang disalurkan kepada pelayan Tuhan. Jadi dia tidak memberi kepada gembala karena kasihan atau mau menolongnya, tapi memberikan kepada Tuhan lewat hambaNya. Itu yang menyebabkan jemaat dilawat oleh Tuhan. Inilah cara ekonomi Tuhan bekerja dalam pelayanan.
Dalam 28 tahun pelayanan saya yakin sekali akan kebanaran ini. Sewaktu saya memulai pelayanan di Bali tahun 1990, saya menerima persembahan kasih (PK) Rp 100.000 perbulan. Itu karena jemaat kami kecil sekali di mana awalnya yang rutin beribadah, 15-20 orang dengan anak-anak per minggu. PK itu untuk menghidupi saya dengan ada istri, seorang anak dan ibu kansung serta 2 koster di gereja. Secara manusia, gaji itu tidak cukup sama sekali, karena setelah memberikan persepuluhan maka 90,000 tidak mungkin hidup. Meskipun PK kecil, saya tidak melihat PK untuk bekerja tapi memandang panggilan Tuhan. Tiap hari saya pasti berkunjung dan mencoba mencari kontak baru, seminggu sekali saya ke desa-desa untuk mengunjungi jiwa baru dan mendapatkan kontak. Saya melihat janji Tuhan selalu ditepati. Tiap minggu ada saja jemaat datang membawa sayur mayur, ikan, telur, ayam. Bahkan ada jemaat yang bawa beras, minyak, susu, dan semua keperluan dapur. Belum lagi jika jemaat memasak, mereka membawa persembahan makanan ke pastori. Hampir PK saya tidak pernah keluar untuk sandang pangan. Jemaat berbondong memberikan persembahan kepada Tuhan. Gereja bertumbuh dan PK pun dipersembahkan kepada saya meningkat. Dalam hampir 5 tahun lebih saya di pelayanan itu gereja kami menjadi gereja pemberi nomor dua terbesar waktu itu di Daerah kami.
Apa sebenarnya kunci pelayanan gembala yang berkecukupan secara ekonomi:
Pertama, pentingnya punya falsafah pelayanan yang benar. Jangan melayani untuk mencari uang, karena kita akan bekerja berdasarkan upah yang kita terima. Jika kita memutuskan menjadi gembala, maka pastikan saya siap menerima berapa pun yang Tuhan beri. Tanpa itu kita akan kecewa dengan pelayanan. Uang bukan tujuan tapi berkat pelayanan. Selalu bersyukur berapa yang Tuhan beri. Ini prinsip yang tidak bisa dinegosiasikan. Jika tidak yakin, maka sebaiknya tinggalkan segera pelayanan.
Kedua, harus rajin dalam melayani. Tidak ada kunci ekonomi Tuhan akan bekerja dalam hidup gembala jika dia malas dan santai saja. Pagi hari setelah bertemu di hadirat Tuhan, maka sepanjang hari dia menyingsingkan lengan baju dan melakukan tugas pelayanan. Tentu harus ada perimbangan antara kerja dan istirahat, pelayanan dengan keluarga. Namun intinya, tetap hilangkan budaya santai.
Ketiga, gembala tidak harus menderita tapi siap bayar harga. Maka gembala harus punya prinsip dalam keuangan yaitu jangan “lebih besar pasak daripada tiang”. Penerimaan harus lebih besar dari pengeluaran, jangan sebaliknya. Artinya hidup berpadanan dengan apa yang ada. Gembala jangan pernah berhutang untuk makan, minum dan untuk hobi yang membawa kesenangan. Bila memang tetap kurang setelah melakukan hal-hal di atas, maka dapat juga berkebun, berternak atau usaha lainnya yang tidak mengganggu jadwal pelayanan. Itu pun setelah dikomunikasikan dengan majelis gereja. Kalau di kota, bisa menulis atau menerima undangan khotbah. Ini catatan penting karena tidak boleh gembala berhutang hanya untuk hal pokok kehidupan seperti makan dan minum.
Keempat, jangan tergoda dengan kehidupan hedonis di dunia ini. Manusia digoda untuk berpenampilan parlente, gadget HP yang canggih, dan berbagai kesenangan lainnya. Kembali, hidup simpel (ugahari) adalah pola hidup yang harus dikembangkan seorang pelayan Tuhan. Tentu penampilan penting untuk rapi dan baik, namun tetap disesuaikan dengan penerimaan keuangan seseorang.
Kelima, menetapkan skala prioritas penggunaan keuangan. Uang itu pertama diembalikan 10%nya kepada Tuhan. Selanjutnya untuk kebutuhan pokok keluarga dan pendidikan, kesehatan serta tabungan. Setelahnya baru untuk hobi dan kesenangan seperti berwisata dan menikmati hobi. Jangan urutan ini dibalik jika ingin semuanya aman secara finansial.
Keenam, gembala harus bisa mempertanggungjawabkan semua keuangan yang Tuhan berikan kepadanya. Buatlah catatan-catatan kecil tentang berkat yang diterima. Pelayan Tuhan akan kagum berkat Tuhan yang diterimanya (DR).