You are currently viewing Turun Dengan Terhormat

Turun Dengan Terhormat

  • Post author:
  • Post category:Kesaksian

Bagi seorang pemimpin dalam memimpin sebuah organisasi, ada waktu untuk diangkat dan ada waktu harus turun karena batasan rentang waktu yang sudah ditentukan. Tidak mudah bagi seseorang untuk lengser setelah sekian lama memimpin, karena memang memimpin ada keistimewaannya baik suka maupun duka. Harus diakui ada banyak fasilitas yang diterima waktu menjadi pemimpin dan itu akan hilang bersamaan dengan turunnya sang pemimpin. Ada rasa hormat yang selalu diterima pemimpin dan itu akan juga hilang bersamaan dengan sang pemimpin menuruni tangga jabatan. Maka tidak sedikit pemimpin berusaha mempertahankan diri, mengangkat keluarganya, atau bahkan menciptakan pemimpin boneka sehingga sang pemimpin masih memegang kontrol kepemimpinan. Padahal jauh lebih elok bila pemimpin turun dengan menyiapkan kepemimpinan selanjutnya. Rasa hormat dan wibawa serta kuasa tetap menjadi bagian dalam kehidupan sang pemimpin sekalipun dia harus turun. Pemimpin sejati tidak pernah takut kehilangan fasilitas dan keistimewaan karena Tuhan itu berdaulat memelihara sekalipun dia harus meninggalkan posisinya.

 

Bila sudah waktunya, bagaimana seharusnya turun dengan baik dan terhormat? Pertama, siapkan proses pemilihan dan pengganti dengan baik. Jangan ciptakan putra mahkota yang disiapkan untuk menjadi pengganti kecuali itu organisasi itu milik pribadi. Tujuan menyiapkan beberapa pengganti tanpa perlu ada anak emas adalah agar pemimpin tidak merasa berjasa bahwa dia menaikkan orang itu sehingga pemimpin baru akan kikuk mengembangkan organisasi lebih lagi karena harus menunggu persetujuan pemimpin sebelumnya. Siapkan beberapa calon pemimpin secara baik dan biarkan Tuhan menetapkan pemimpin baru lewat doa dan pemilihan yang rohani. Yang terpilih wajib merangkul yang tidak terpilih karena ini bukan kepemimpinan politik.

 

Kedua, pemimpin yang sudah lengser harus belajar menahan diri dalam segala hal terutama memberikan masukan kepada kepemimpinan yang baru. Apalagi masukan itu dilakukan dengan menggunakan media sosial. Contoh yang nyata yang tidak bisa dicontoh misalnya mantan presiden terdahulu suka menggunakan media sosial dalam memberikan masukan kepada presiden yang baru. Apalagi kemudian dipanas-panasi oleh pendukungnya. Situasi ini menjadi tidak nyaman bagi pemimpin baru dan kepemimpinannya karena merasa didikte. Bukan tidak mungkin ini akan terjadi konflik. Mungkin perlu belajar diam dan menahan diri dalam memberikan nasihat bila tidak diminta. Sekalipun diminta untuk menasihati, harus dilakukan secara pribadi empat mata.

 

Ketiga, di samping menyiapkan beberapa calon pemimpin baru untuk didokan dan dipilih, maka pemimpin yang akan turun menyiapkan semua pelaporan dan inventaris kepada pemimpin selanjutnya lewat akuntabilitas yang baik dan benar. Gosip akan beterbangan jika pemimpin gagal memberikan pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan dalam organisasi, Juga pemimpin lama diharapkan memperkenalkan jejaring yang dimilikinya sehingga organisasi dapat dikembangkan lebih jauh.

 

Keempat, jika pemimpin harus tinggal dalam organisasi itu maka pemimpin lama harus siap menjadi bawahan yang baik dan mendukung kepemimpinan yang ada. Memang tidak mudah menjadi bawahan karena sudah terbiasa menjadi atasan yang selalu memberi perintah dan menjadi orang yang paling puncak dalam memberikan keputusan. Jika itu lepas, maka tidak mudah balik menjadi bawahan. Dibutuhkan suatu kebesaran jiwa. Kehebatan seorang pemimpin justru terlihat bagaimana setelah dia turun jabatan dan bagaimana memberikan kesempatan seluasnya untuk penggantinya menjadi pemimpin yang hebat tanpa direcoki! (Daniel Ronda)