Adalah Vatikan baru-baru ini diguncang skandal keuangan, di mana semenjak Paus baru naik terbongkar praktik korupsi, persekongkolan dan salah urus uang yang menyebabkan Vatikan mengalami krisis keuangan. Paus begitu marah dan sedang melakukan reformasi di dalam tubuh organisasi tahta suci ini. Satu persatu ketamakan sang pemimpin mulai dibongkar. Bahkan yang menyedihkan bahwa ada sumbangan untuk rumah sakit anak ditilep dan dipakai untuk membangun apartemen mewah sang Kardinal (diambil dari Tempo Edisi Khusus, “Skandal Kedua Takhta Suci”, 22 November 2015, hal. 160).
Uang memang membuat siapa saja lupa diri. Justru praktik korupsi begitu lapang dilakukan di ranah organisasi keagamaan, karena seringkali umat terlalu percaya dan beranggapan bahwa sang pemimpin yang sudah dekat dengan Tuhan tidak mungkin akan menyalahgunakan keuangan. Tentu anggapan ini keliru besar. Justru pemimpin harus dilindungi dengan berbagai perangkat akuntabilitas dan tata kelola penggunaan dana yang benar jika sungguh mengasihi pemimpin rohani. Karena sifat uang itu membuat orang rakus dan kalap untuk menikmatinya. Ia bagaikan minum air garam di laut di mana justru membuat yang minum makin kehausan dan akhirnya membinasakannya. Jadi jika membiarkan uang persembahan umat dan sumbangan dikelola sembarangan, maka sama saja dengan mencobai sang pemimpin dan akhirnya menodai semua pihak dan merusak kesaksian.
Kata kunci tentu ada di pemimpinnya. Pemimpin sendiri harus belajar menahan diri untuk tidak menikmati uang yang bukan miliknya. Uang yang masuk ke kantong organisasi bukan miliknya, tapi milik Tuhan yang perlu dikelola untuk kesaksian dan kebaikan umat. Tak pantas rasanya mengambil sesuatu yang bukan haknya. Tidak ada posisi teologis yang membenarkan bahwa uang persembahan umat yang masuk organisasi menjadi milik pribadi. Apalagi kemudian melakukan korupsi berjemaah dengan membuat aturan-aturan sehingga seolah-olah uang itu legal digunakan, padahal semuanya berujung pada masuk kantong sendiri alias memperkaya diri. Ini sama dengan menari dan berpesta di atas hak Tuhan dan hak orang miskin.
Filosofi hidup mempercukupkan diri dengan apa yang ada memang sedang menghadapi godaan dari budaya pop yang mengagungkan kesenangan, hedonisme, penampilan, dan dunia yang memuja materi. Ini telah merayu banyak pemimpin baik menjadi tergoda untuk jatuh ke dalamnya. Menjadi hamba Tuhan itu hidup dalam berkat namun bukan bertujuan menjadi kaya. Lebih baik menyingkir dari pelayanan bila bertujuan untuk menjadi kaya raya. Pemimpin yang diberkati adalah pemimpin altruis yang peduli kepada orang lain, kemiskinan dan penderitaan sehingga ia adalah alat yang menyalurkan berkat itu kepada sesama. Dengan begitu ia akan terhindar dari berbagai ketamakan.
Refleksi: “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah berfirman: Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibrani 13:5).
Daniel Ronda
battery 4 crack at plug-torrent.com amazing slow downer crack at cracks4soft.com
ample guitar crack at secrack.com adobe dreamweaver crack at whitecrack.com